Jumat, 17 Mei 2013

MITOS SEPUTAR IMUNISASI

Mitos Seputar Imunisasi



Rate This


Jakarta, Kabar burung seputar imunisasi banyak berseliweran, tapi rata-rata masyarakat mempercayai begitu saja kabar tersebut tanpa mencari tahu kebenarannya. Apa saja mitos-mitos seputar imunisasi tersebut?Imunisasi sangat penting sebagai pencegahan terhadap penyakit yang belum ada obatnya, penyakit mematikan atau dapat menimbulkan kecacatan serta melibatkan orang banyak. Selain itu imunisasi juga berguna untuk melindungi anak, menurunkan kejadian penyakit menular di masyarakat serta menjaga keluarga dan anak-anak tetap sehat.
Kadang-kadang akibat mitos yang beredar di masyarakat banyak orangtua yang tidak memberikan anaknya imunisasi, karena takut anaknya terkena autis atau sakit setelah melakukan suatu imunisasi.

Berikut beberapa mitos seputar imunisasi:
1. Vaksin MMR (measles, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis.
“Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah,” ujar Dr. Jeffry Senduk, SpA dalam acara seminar mengenai imunisasi pada anak di Siloam Hospital Kebon Jeruk, Jakarta.
Dr. Jeffry menambahkan biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hampir bersamaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh factor genetic, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak.
2. Terlalu banyak vaksin akan membebani sistem imun.
Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respons terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setiap hari.
“Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi,” ujar dokter yang berpraktik di Siloam Hospital Kebun Jeruk ini.
3. Tidak boleh memberikan ASI sesudah vaksin polio.
Dr. Jeffry mengatakan anak yang diberikan vaksin polio boleh langsung diberikan ASI. Jika anak muntah sesudah imunisasi polio, maka imunisasi bisa diberikan kembali setelah 10 menit dengan dosis yang sama.
4. Anak sakit flu tidak boleh diimunisasi.
Jika anak hanya sakit flu yang ringan maka boleh saja dilakukan imunisasi, asalkan anak tidak demam dan tidak rewel. Jika bayi sangat rewel maka tunda melakukan imunisasi 1 hingga 2 minggu.
5. Lebih baik memberi natural infeksi dibanding dengan vaksinasi.
Mitos ini tidak benar. “Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat,” ujar Dr. Jeffry.
6. Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit tersebut.
Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100 persen. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa disembuhkan jauh lebih besar.

7. Jika saat balita sudah diimunisasi lengkap, di sekolah tidak perlu imunisasi lagi.

Ada beberapa imunisasi yang harus diulang saat sekolah dasar yaitu imunisasi campak dan DT saat kelas 1 dan imunisasi TT saat kelas 2, 3 dan 6. Karena banyak anak yang sudah divaksin waktu bayi ternyata pada umur 5 sampai 7 tahun 28,3 persen terkena campak, pada umur lebih dari 10 tahun terkena difteria, serta untuk pemberantasan tetanus dibutuhkan 5 kali suntikan TT sejak bayi hingga dewasa sehingga kekebalan pada umur dewasa bisa berlangsung hingga 20 tahun lagi.
Anda jangan langsung percaya terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi, sebaiknya cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau berkonsultasi dengan dokter anak Anda.

Sumber:http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/197-mitos-seputar-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar