Minggu, 09 Juni 2013

PENTING GAK VAKSINASI TAMBAHAN PADA ANAK?


Imunisasi Tambahan untuk Anak Itu Penting Nggak Ya?

Selain 5 yang diwajibkan oleh pemerintah itu, masih ada imunisasi tambahan lain untuk bayi. Seberapa penting imunisasi tambahan itu?
Menurut Dr. Soedjatmiko, SpA (K),Msi yang merupakan sekretaris satgas imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan ahli tumbuh kembang anak FKUI RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), semua vaksin penting karena dibuat dan dikembangkan oleh dokter maupun ahli kesehatan.
“Adanya imunisasi wajib dan tambahan sebetulnya hanya istilah saja karena untuk saat ini, pemerintah baru siap mensubsidi 5 virus pada pelayanan kesehatan. Di negara maju, pemberian imunisasi diberikan semua karena penting. Jadi tidak ada yang paling penting dan tidak penting,” katanya saat dihubungiLiputan6.com, Selasa (5/1/2013).
“Istilah imunisasi ‘tambahan’ di negara kita karena pemerintah belum mampu menyediakan/mensubsidi imunisasi ‘tambahan’ tersebut. Negara dengan jumlah bayi sedikit dan punya dana banyak, mampu memberikan semua imunisasi gratis,” jelasnya.
Seperti tertera di Undang-undang 36 tahun 2009, pasal 130 yang berisi pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak, maka bayi wajib mendapatkan imunisasi yang sifatnya wajib seperti hepatitis B, BCG (Bacillus Calmette–Guerin, yang merupakan vaksin untuk mencegah penyakit tuberkolosis) , Polio, Campak dan DPT ((Difteri Pertusis Tetanus, vaksinasi tetanus).
Menanggapi mitos yang berkembang masyarakat mengenai kekhawatiran ibu yang cemas divaksin karena malah akan membuat sistem kekebalan tubuh berkurang, Dr. Soedjatmiko menanggapinya.
“Imunisasi justru membuat bayi dan balita lebih kebal terhadap penyait berbahaya yang dapat menyebabkan sakit berat, kematian atau cacat. Banyak penelitian membuktikan kalau banyak bayi dan balita tidak diimunisasi maka akan terjadi sakit berat, wabah, cacat atau kematian,” tambahnya.
Seperti yang diutarakan Dr. Soedjatmiko, kalau setiap negara mempunyai pola epidemiologi penyakit yang berbeda, anggaran yang berbeda, sehingga jadwal imunisasi tiap negara disesuaikan pada pola epidemiologi penyakit, budget, ketersediaan vaksin.
Seperti dilansir Babycenter, Selasa (5/1/2013) ada 6 imunisasi ‘tambahan’ yang sebenarnya juga bermanfaat untuk daya tahan tubuh bayi:

1. MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksin MMR terdiri dari tiga vaksin, yaitu campak, gondok dan rubella (campak Jerman).
Campak sudah dikenal dari dulu sebagai penyakit menular yang memiliki gejala seperti ruam, demam, pilek, batuk, dan iritasi mata. Komplikasi akibat campak juga termasuk infeksi telinga, diare, pneumonia, kejang, kerusakan otak, dan kematian.
Lebih dari 500.000 kasus campak setiap tahunnya dilaporkan di Amerika Serikat. Setelah pengenalan vaksin, jumlah kasus campak turun 99,9 persen menjadi sekitar 50 kasus per tahun.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), campak merupakan penyebab utama kematian yang bisa dicegah dengan vaksin pada anak-anak. Namun berkat upaya global untuk memvaksinasi anak-anak terhadap campak, WHO memperkirakan bahwa lebih dari 13 juta jiwa telah diselamatkan.
Sementara itu, gondok adalah infeksi virus yang biasanya menyebabkan demam, sakit kepala, dan radang kelenjar di bawah rahang. Gondok dapat menyebabkan meningitis, ensefalitis, dan (jarang) tuli. Hal ini juga dapat menyebabkan pembengkakan yang menyakitkan pada indung telur.
Dan Rubella atau biasa disebut campak Jerman, ditandai dengan ruam merah merah muda yang dimulai pada wajah, demam ringan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Jika seorang wanita menderita rubella selama kehamilan, dapat menyebabkan cacat keguguran atau lahir di bayinya, termasuk tuli, masalah mata, kelainan jantung, dan keterbelakangan mental. Vaksin ini pertama kalinya dilakukan pada tahun 1969 hingga saat ini.
Waktu pemberian vaksin MMR lebih baik pada usia 15 bulan dan bisa dilakukan kembali saat anak berusia 6 tahun.

2. Pneumokokus (PCV/Pneumococcal Vaccine)
Vaksin ini sebagian besar menyerang anak-anak di bawah usia 5 dan dapat menyebabkan beberapa penyakit anak terburuk. Infeksi pneumokokus adalah salah satu penyebab paling umum kematian di Amerika Serikat dari penyakit yang dapat dicegah melalui vaksin.
Bakteri pneumokokus ditularkan melalui kontak dekat melalui batuk dan bersin. Gejala pneumokokus biasanya termasuk demam dan menggigil, serta nyeri dada, batuk, sesak napas, napas cepat, denyut jantung yang cepat, kelelahan, dan kelemahan.
Waktu pemberian vaksin ini di usia2, 4, 6 bulan, dan antara 12 hingga 15 bulan.

3. Hib (Haemophilus influenzae)
Vaksin Hib (Haemophilus influenzae type B) bisa melindungi anak Anda terhadap infeksi bakteri parah yang seringkali mempengaruhi bayi dan anak di bawah 5 tahun.
Hal ini dapat menyebabkan epiglotitis (pembengkakan parah pada tenggorokan yang membuat sulit untuk bernapas), pneumonia yang berat, dan bakteri meningitis. Meningitis merupakan infeksi pada selaput yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang meningitis.
Waktu pemberian vaksin ini dari usia 2, 4, 6, dan 15 bulan.

4. HPV (Humanpapilloma Virus)
Vaksin yang dibuat untuk mencegah penyakit infeksi menular seks yang dibawa orangtua. Gejala penyakit ini adanya kutil pada sekitar vagina dan vulva, dekat anus dan rektum dalam Anda, pada leher rahim Anda, dan kadang-kadang pada kulit dekat daerah selangkangan.
Waktu pemberian vaksin pada anak biasanya di atas usia 10 tahun dan diberikan 3 kali dengan jadwal 0, 1-2 bulan kemudian, serta 6 bulan kemudian.

5. Tifoid
Vaksin yang disebabkan penyakit tifus ini baik diberikan pada bayi usia 2 tahun, dan diulang setiap 3 tahun.

6. Varisela
Virus penyebab cacar air ini memang tidak wajib diberikan, namun penyakit ini paling umum terjadi pada bayi dan anak. Waktu pemberian yang baik adalah diatas 5 tahun.

Sumber: http://health.liputan6.com/read/503559/imunisasi-tambahan-untuk-anak-itu-penting-nggak-ya)

VAKSINASI UNTUK TRAVELLER / WISATAWAN


Kedokteran wisata atau Travel Medicine (TM) merupakan cabang ilmu kedokteran yang menangani persiapan orang yang akan bepergian dengan tujuan agar mereka tetap hidup dan sehat selama perjalanan. Praktik TM diberikan dalam bentuk konsultasi pra-perjalanan (pre-travel consultation) untuk memberikan informasi mengenai risiko kesehatan selama perjalanan, anjuran imunisasi, memberikan kemoprofilaksis dan self-treatment (obat-obatan untuk dibawa dan dipakai jika perlu). Penyedia jasa TM di negara-negara maju tidak hanya dokter umum, tetapi juga registered nurse atau apoteker (pharmacist) dengan latar belakang pendidikan pascasarjana yang berbeda-beda. Sebagai upaya standarisasi, the International Society of Travel Medicine telah mengeluarkan Certificate in Travel Health (CTH) yang hanya diberikan kepada mereka setelah lulus ujian internasional dan berlaku selama 10 tahun.


Salah satu resiko kesehatan yang penting terkait perjalanan adalah resiko penularan penyakit dan penyebaran wabah yang dapat terjadi dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi yang paling cost- effective untuk mencegah penularan penyakit infeksi selama perjalanan. Pemberiam imunisasi kepada pejalan (traveler) bermanfaat untuk :

· Melindungi para pejalan dari penyakit infeksi ketika bepergian
· Melindungi para pejalan dari penyakit infeksi ketika mereka pulang
· Melindungi populasi di tempat asal dari carrier penyakit infeksi selama perjalanan
· Memperbaiki imunitas populasi di negara asal para pejalan terhadap penyakit-penyakit infeksi

Praktik TM sebenarnya ditujukan baik untuk orang dewasa maupun anak-anak, misalnya mereka yang akan melakukan liburan keluarga. Klinik TM di negara-negara maju melakukan vaksinasi baik terhadap orang tua maupun anak-anaknya.

EPIDEMIOLOGI GLOBAL PENYAKIT TERKAIT TRAVELLING

Epidemiologi penyakit terus berubah-ubah sepanjang masa. Dokter yang melakukan praktik TM harus mengetahui perkembangan terkini epidemiologi penyakit secara global, regional, maupun lokal. Pengetahuan ini disebut denganmedical geography. Oleh karena itu, setipa dokter yang melakukan praktik TM perlu melengkapi ruang praktiknya dengan buku atlas bumi yang lengkap dan akurat.

Risiko kesehatan terkait perjalanan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu penyakit menular dan tidak menular (misalnya mabuk perjalanan. Altitude sickness, jet lag, dan sebagainya). Penyakit menular dibagi lagi menjadi penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (misalnya hepatitis A, influenza, yellow fever, dan sebagainya) serta yang tidak dapat dicegah vaksin (misalnya malaria, sebagian besar diare, SARS, dan sebagainya).

Urutan tingkat risiko secara epidemiologi dapat dilihat dari angka morbilitas dan mortalitas masing-masing penyakit. Secara umum, penyakit infeksi dengan morbiditas tertinggi adalah traveler’s diarrhea dengan angka insidens antara 10-60% di negara berkembang. Penyakit infeksi dengan mortalitas tertinggi pada pejalan adalah malaria. Namun, penyebab kematian terbanyak pada pejalan ketikan mengunjungi negara berkembang adalah kecelakaan lalu lintas (motor-vehicle accident) dan penyakit kardiovaskular.

Studi epidemiologi tunggal skala besar pertama kali dilakukan pada tahun 1984 dan menghasilkan angka penyakit-panyekit terkait perjalanan yang disajikan dalam skala logaritmik. Kemudian, skala ditambah diperbaharui secara rutin dari hasil berbagai studi lainnya sesuai perubahan epidemiologi penyakit menular terkini. Skala tahun 2011 (Robert Steffen, komunikasi pribadi) menunjukkan influenza sebagai penyakit yang dapat dicegah vaksin dengan angka insidens tertinggi.

PEMILIHAN VAKSIN UNTUK TRAVELLER

Vaksinasi pra perjalanan merupakan bagian integral dalam konstitusi pra-perjalanan. Konsultasi sebelum memberikan vaksin merupakan proses yang interaktif dengan calon pejalan dan harus di rancang secara berkala khusus bagi tiap individu. Anjuran vaksinasi untuk perjalanan harus didasarkan pada pengkajian risiko pejalan dan rincian perjalanannya. Risiko adalah kemungkinan cedera, penyakit, kerusakan, atau kehilangan sesuatu akibat bahaya yang nyata atau pontensial. Ketika mengkaji risiko dalam praktek TM, penyedia jasa mempertimbangkan manfaat dan mudarat (harm) serta kemungkinan konsekuensi medis suatu bentuk intervensi. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk membuat anjuran imunisasi adalah sebagai berikut :

· Evaluasi riwayat imunisasi traveller
Jika terdapat riwayat imunisasi yang tidak lengkap, calon pejalan dianjurkan untuk mendapat imunisasi dasar terlebih dahulu agar status imunisasinya menjadi lengkap, disamping peluang untuk menawarkan imunisasi rutin pada orang dewasa dan remaja misalnya vaksin influenza dan human papilomavirus (HPV)

· Evaluasi status kesehatan pejalan dan obat-obatan yang sedang dipakai
Tujuan evaluasi riwayat medis adalah untuk mengetahui bagaimana penyakit-penyakit yang dapat dicegah vaksin dapat mempengaruhi seorang pejalan. Berdasarkan kondisi medis, para pejalan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

· Pejalan yang akan berlibur ke tempat biasa saja dan tidak ada risiko khusus

· Pejalan ynag mengunjungi teman dan keluarga di negara asalnya

· Pejalan yang berisiko tinggi karena memiliki penyakit kronik tertentu atau kondisiimmunocompromised

· Kelompok tertentu, misalnya : ibu hamil, lanjut usia, anak dan bayi

· Pejalan kelompok, misalnya murid sekolah, tim olahraga, dan sebagainya

· Petualang, yaitu mereka yang bermaksud melakukan aktivitas risiko tinggi, pergi ke daerah terpencil, pekerja kemanusiaan, dan personel militer.

· Rincian perjalanan
Rincian perjalanan (travel itineray) meliputi negara tujuan, kota-kota dan regio yang akan dikunjungi di setiap negara. Selanjutnya perlu diketahui tipe daerah ((rural, urban, hutan), cara perjalanan, tujuan perjalanan, tipe akomodasi, keadaan lingkungan dan lama tinggal. Informasi tersebut digunakan untuk mengkaji risiko penularan penyakit infeksi tertentu yang sedang mewabah atau endemik disuatu daerah/negara tetapi dapat dicegah dengan vaksin.
· Menentukan lama tinggal di setiap lokasi dalam rencana perjalanan
Makin lama para pejalan tinggal di wilayah risiko, makin tinggi peluangnya terpajan dan terkena penyakit.

· Menentukan penyakit yang dapat dicegah vaksin dan besarnya ancaman penyakit tersebut di setiap tahapan perjalanan
Dokter TM perlu mengetahui epidemiologi penyakit secara global dan berita wabah yang sedang berlangsung atau perlu diwaspadai calon pejalan

· Menentukan sisa waktu yang tersedia sebelum berangkat
Banyak vaksin membutuhkan pemberian dosis multipel atau mungkin ada vaksin yang tidak dapat diberikan secara simultan dengan vaksin lainnya. Setidaknya dibutuhkan 4-6 minggu untuk merencanakan imunisasi yang berhasil sebelum seseorang berangkat

· Menentukan risk-benefit ratio untuk setiap vaksin yang diberikan
Anjuran vaksinasi pertama-tama didasarkan pada faktor risiko spesifik yang mempengaruhi angka kejadian penyakit suatu wilayah. Namun, pemberian vaksin juga perlu mempertimbangkan efek simpang atau kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) meskipun sebagian besar vaksin saat ini aman dan jarang menimbulkan efek simpang. Efek simpang atau KIPI perlu dipertimbangkan dalam berbagai situasi, antara lain : pemberian simultan, ada riwayat alergi, immunocompromized traveler, kehamilan, pemberian antibiotik, dan antimalaria.

REKOMENDASI IMUNISASI
Penyusunan prioritas pemberian vaksin perlu mempertimbangkan peraturan internasional yang berlaku. Saat ini, vaksin wajib (required) secara internasional hanyalah vaksin yellow fever, namun terdapat 2 vaksin lain yang wajib secara lokal yaitu meningokok dan polio

· Yellow fever
Vaksinasi terhadap yellow fever (YF) bertujuan untuk mencegah importasi virus YF ke negara-negara dimana penyakit YF tidak ada, tetapi ada vektor nyamuk dan pejamu primata. Vaksinasi diberikan sebagai prasyarat masuk bagi para pejalan yang tiba dari negara-negara dimana ada risiko penularan YF. Setelah mendapat vaksin, seseorang akan mendapat sertifikat internasional yang sah setelah 10 hari sampai 10 tahun kemudian berdasarkan International Health Regulation revisi 2007. Sertifikat vaksin terhadap YF sejak 2007 disebutInternational Certificate of Vaccination or Proplylaxis

· Meningokok
Vaksinasi terhadap penyakit meningokok dibutuhkan pejalan yang akan masuk ke Arab Saudi, termasuk jama’ah haji dan umroh. Rekomendasi saat ini adalah vaksin quadrivalen yang mencakup meningitis serogrup A, C, Y dan W-135

· Poliomielitis
Beberapa negara bebas polio mungkin meminta bukti imunisasi polio pada saat mengurus visa kepada para pejalan dari negara-negara atau area yang masih ada virus polio liar (wild polio) yaitu Afganistan, India, Nigeria dan Pakistan.

Sumber : Buku Pedoman Imunisasi Orang Dewasa 2012