Sabtu, 31 Oktober 2015

Vaksinasi dapat menyebabkan autisme ?

Vaksinasi Dapat Menyebabkan Autisme?

Masih banyak orang tua yang khawatir saat memberikan vaksin pada anaknya karena mendengar kabar mengenai dampak vaksin yang berisiko menyebabkan autisme. Padahal hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut.

Meningkatnya jumlah anak yang hidup dengan autisme pada beberapa dasawarsa terakhir menyebabkan kemunculan dugaan bahwa vaksin menjadi penyebabnya. Kekhawatiran ini dapat dipahami karena penyebab autisme sendiri hingga saat ini masih belum dapat dipastikan. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada anak, sangat wajar jika orang tua ingin menemukan hal yang menjadi penyebabnya. Mereka mencari berbagai faktor yang diduga bisa menjadi pemicu.

Di antara berbagai faktor tersebut, vaksin menjadi salah satu hal yang dianggap sebagai penyebab autisme. Banyak informasi yang beredar seputar hal ini, mulai dari pendapat perorangan hingga lembaga kesehatan.

Sebagai akibatnya, penyakit yang seharusnya bisa diantisipasi dengan imunisasi menjadi tidak tertangani dan justru mendatangkan risiko sendiri bagi yang menolak vaksin tersebut.

Salah satu bahan yang dianggap sebagai penyebab autisme adalah thimerosal, yaitu bahan pengawet di dalam vaksin. Bahan ini dianggap dapat menjadi racun yang menyerang sistem saraf pusat yang menjadi pemicu autisme pada anak. Sejak era 1980-an, kasus autisme memang meningkat drastis di Inggris. Namun nyatanya dari sekian banyak vaksin yang diberikan pada anak, hanya satu yang mengandung thimerosal, yaitu vaksin DTP (Difteri, Pertusis, Tetanus).
Tidak Ditemukan Bukti Ilmiah

Selama lebih dari 15 tahun terakhir, telah banyak institusi independen yang menguji hubungan antara vaksin dengan autisme dan tidak menemukan hubungan antara paparan thimerosal dengan autisme. Berikut ini beberapa kesimpulan di antaranya:

- Tidak ditemukan hubungan sebab dan akibat antara vaksin dengan thimerosal sebagai pemicu autisme.Tidak ada bukti yang mendukung hubungan antara vaksin yang mengandung thimerosal dan fungsi neuropsikologi pada anak usia 7-10 tahun.
- Penelitian terhadap anak-anak yang mendapat vaksin DTaP yang mengandung thimerosal dibandingkan dengan mereka yang menerima vaksin yang sama tanpa thimerosal. Sepuluh tahun kemudian, penelitian tersebut tidak menemukan gangguan neurologis pada anak yang menerima vaksin dengan thimerosal.
- Tidak ditemukan asosiasi antara vaksinasi dengan autisme atau gangguan autisme spektrum lain. Tidak ada peningkatan risiko berkembangnya autisme atau kelainan autisme spektrum setelah menerima vaksin MMR, kandungan merkuri, dan thimerosal dalam vaksin. Kesimpulan penelitian ini adalah  bahwa vaksinasi tidak berhubungan dengan perkembangan autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD).

Meski demikian, untuk mengantisipasi kemungkinan, beberapa negara sudah menghentikan pemberian vaksin dengan thimerosal dan menggantinya dengan bahan lain.

Pada akhirnya, vaksin telah terbukti menyelamatkan jutaan nyawa manusia dari penyakit-penyakit mematikan yang sebelumnya tidak dapat diantisipasi. Jika memang terdapat beberapa kasus yang terjadi setelah pemberian vaksin, hal ini tidak dapat digeneralisasi atau langsung disimpulkan vaksin sebagai penyebabnya. Setiap pernyataan perlu diuji kebenarannya dan untuk saat ini, vaksin tidak menyebabkan autisme. Sehingga dapat disebut bahwa manfaat vaksinasi jauh melebihi risiko yang dapat ditimbulkannya.





Senin, 12 Oktober 2015

Apa si Pertusis atau Batuk Rejan alias Whooping Cough?

Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan

1. Definisi
Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan

2. Etiologi
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis.
Bordetella pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um dengan diameter 0,2-0,3 um , ovoid  kokobasil, tidak bergerak, gram negative , tidak berspora, berkapsul dapat dimatikan pada pemanasan 50ºC tetapi bertahan pada suhu tendah 0- 10ºC dan bisa didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis yang kemudian ditanam pada media agar Bordet-Gengou.

3. Epidemiologi
Tersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100 % pada penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun antara juli sampai oktober sesudah akumulasi kelompok rentan,  Menyerang semua golongan umur yang terbanyak anak umur , 1tahun, perempuan lebih sering dari laki laki, makin muda yang terkena pertusis makin berbahaya. Insiden puncak  antara 1-5 tahun, dengan persentase kurang dari satu tahun : 44%, 1-4 tahun : 21%, 5-9 tahun : 11%, 12 tahun lebih: 24% ( Amerika tahun 1993).

4. Patolofisiologi
Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan.  Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag. Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik.


Perlengketan dipengaruhi oleh FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF (lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan  Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough. Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi. Perlawanan karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP (toxin mediated adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, blokir beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas isulin.


Sedang pengerusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai hyperplasia jaringan limfoid peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos aureus. Penumpukan mucus akan menyebabkan plug  yang kemudian menjadi obstruksi dan kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis. Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder, kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.

5. Gejala Klinis
Masa inkubasi Bordetella pertusis adlah 6-2 hari ( rata rata 7 hari). Sedang perjalanan penyakit terjadi antara 6-8 minggu.
Ada 3 stadium Bordetella pertusis

Stadium kataral (1-2 minggu)
Menyerupai gejala ispa : rinore dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan iritatif kering dan intermiten, panas tidak begitu tinggi, dan droplet sangat infeksius

Stadium paroksimal atau spasmodic (2-4 minggu)
Frekwensi derajat batuk bertambah 5-10 kali pengulangan batuk uat, selama expirsi diikuti usaha insprasi masif yang medadak sehingga menimbulkan bunyi melengking (whooop) oleh karena udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit. Muka merah, sianosis, mata menonjol,lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, petekia diwajah, muntah sesudah batuk paroksimal, apatis , penurunan berat badan, batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosiaonal dan aktivitas fisik. Anak dapat terberak berak dan terkencing kencing. Kadang kadang pada penyakit yang berat tampak pula perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis.

Stadium konvalesens (1-2 minggu)
Whoop mulai berangsur angsur menurun dan hilang 2-3 minggu kemudian tetapi pada beberapa pasien akan timbul batuk paroksimal kembali. Episode ininakan berulang ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas yang berulang.

6. Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu batuk mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi siang dan malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat paroksimal dengan  bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat imunisasinya. Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis( 20.000-50000/ul) pada akhir stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic. Pada pemeriksaan  secret nasofaring didapatkan Bordetella pertusis. Dan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat infiltrate perihiler, atelektasis atau emfisema.  Diagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang pada stadium spasmodic, sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena menyerupai common cold. 

7. Diagnosis banding
Pada batuk spasmodic perlu dipikirkan bronkioitis, pneumonia bacterial, sistis fibrosis, tuberculosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfadenopati dengan penekanan diluar trakea dan bronkus. Infeksi Bordetella parapertusis, Bordetella bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai sindrom klinis Bordetella pertusis. Tetapi dapat dibedakan dengan isolasi kumam penyebab.

8. Kompliksi
Alat pernapasan
Dapat terjadi otitis media “sering pada bayi”, bronchitis, bronkopneumonia, atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema “dapat juga terjadi emfisema mediastinum, leher, kulit pada kasus yang berat”, bronkiektasis, sedangkan tuberculosis yang sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah berat, batuk yang keras dapat menyebabkan rupture alveoli, emfisema intestisial, pnemutorak.

Alat pencernaan
Muntah muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulcus pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis.

Susunan saraf pusat
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah muntah. Kadang kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak, koma, ensefalitis, hiponatremi.

Lain lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan subkonjungtiva.

9. Terapi
• Antibiotika
1. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis.
Obat ini dpat menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata rata 3-4 hari) dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisisn juga menyembuhkan pertusis bila diberikan dalam stadium kataralis, mencegah dan menyembuhkan pneumonia, oleh karena itu sangat penting untuk pengobatan pertusis untuk bayi muda.
2. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 4 dosis.
3. lain lain : rovamisin, kotromoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.

• Imunoglobulin
Belum ada penyesuaian faham mengenai pemberian immunoglobulin pada stadium kataralis.

• Ekspektoransia dan mukolitik
• Kodein diberikan bila terdapat batuk batuk yang hebat sekali.
• Luminal sebagai sedative.
• Oksigen bila terjadi distress pernapasan baik akut maupun kronik.
• Terapi suportif : atasi dehidrasi, berikan nutrisi
• Betameatsol dan salbutamol untuk mencegah obstruksi bronkus, mengurangi batuk paroksimal, mengurangi lama whoop.







10. Prognosis
Bergantung kepada ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan susunan saraf pusat yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil. Dimana frekuensi komplikasi terbanyak dilaporkan pada bayi kurang dari 6 bulan mempunyai mortalitas morbiditas yang tinggi.

 11. Pencegahan
 lakukan vaksinasi DPT pada usia 2,4,6 bulan dan di ulang pada usia 18 bulan dan 5 tahun




Kamis, 12 Februari 2015

Harga Vaksinasi

Price List Vaksinasi


Biaya Vaksinasi di Rumah Vaksinasi sudah termasuk biaya dokter dan administrasi.

Berikut harga vaksinasi di seluruh cabang Rumah Vaksinasi: 


Rabu, 11 Februari 2015

Jadwal Imunisasi

JADWAL IMUNISASI ANAK dan DEWASA


A. Jadwal Imunisasi Anak IDAI 2014



B. Jadwal Imunisasi Dewasa 2013










Senin, 09 September 2013

PENTINGNYA IMUNISASI

Mengenal Pentingnya Imunisasi Bagi Anak Terhadap Penyakit Menular

Sudahkah kita diimunisasi? Bila belum yakin silahkan tanya orangtua kita, dan bagi orangtua yang mempunyai bayi masih ada kesempatan untuk melakukan imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu program pemerintah dalam bidang medis, jadi bagi anda selaku orang tua jangan khawatir mengenai biaya yang harus dikeluarkan karena bila imunisasinya di lakukan di puskesmas anda akan mendapat pelayanan secara gratis. Jadi tidak ada alasan bagi mereka yang merasa keberatan biaya.
Sebenarnya apa sih manfaat imunisasi?
Sebelum kita membahas manfaat dari imunisasi, kita kebali dulu apa itu imunisasi / vaksinasi. Imunisasi itu sendiri adalah pemindahan atau transfer antibodi [bahasa awam: daya tahan tubuh] secara pasif. Antibodi diperoleh dari komponen plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu.
Sedangkan pengertian vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan tubuh seseorang.
Jenis vaksin dan manfaatnya
  • BCG (Bacillus Calmette-Guerin): untuk mencegah penyakit TBC dan radang otak.
  • Polio: untuk mencegah penyakit polio
  • Campak: untuk mrncegah penyakit campak
  • Hib: untuk mencegah pneumonia dan meningitis
  • Hepatitis B: untuk mencegah penyakit hepatitis B
  • DPT: untuk melindungi anak dari penyakit Difteri, pertusis, dan tetanus
  • DT: untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus
  • TT: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus
  • MMR (Mumps, Measles, Rubella)
  • HPV (Human Papilloma Virus): Melindungi anak-anak dari virus Human Papiloma Virus (penyebab kanker serviks)
  • Varicella: untuk melindungi anak dari cacar air
Penggolongan vaksin
Penggolongan berdasarkan asal antigen (immunization essential)
  • Vaksin yang berasal dari bibit yang dilemahkan (live attenuated) yaitu polio (OPV), campak, yellow fever, BCG.
  • Vaksin yang berasal dari bibit penyakit yang dimatikan yaitu IPV (inactivated Polio Vaksin / polio injeksi), pertusis, Hib, DT, TT, Hepatitis B
Penggolongan berdasarkan sensitivitas terhadap suhu
  • Vaksin sensitive beku ( Freeze sensitive) yaitu golongan vaksin yang akan rusak terhadap suhu dingin dibawah 00 C seperti vaksin hepatitis B, DPT, DPT/HB, DT, TT.
  • Vaksin sensitive panas (haet sensitive) yaitu golongan vaksin yang akan rusak terhadapa paparan suhu panas yang berlebih, yaitu vaksin BCG, polio, campak.
Jadi pada suhu berapa vaksin harus disimpan?
Vaksin disimpan pada suhu +20 C sampai +80 C di dalam lemari es yang berstandar WHO. Itu sekilas mengenai pengenalan vaksin, pada artikel berikut kita akan membahas mengenai jadwal pemberian vaksin sesuai dengan program pemerintah.
Sumber: http://www.healthyrecipesdiary.org/mengenal-pentingnya-imunisasi-bagi-anak-terhadap-penyakit-menular/

VAKSIN HEPATITIS B

Vaksin Hepatitis B Wajib bagi Bayi

Dalam kurun waktu 12 jam setelah lahir, bayi wajib diberi vaksin hepatitis B. “Berdasarkan studi, 7095 persen infeksi perinatal hepatitis B dapat dicegah dengan cara itu,” kata Mohammad Djufrie, Guru Besar dan Kepala Subdivisi Gastrohepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, dalam konferensi pers simposium ilmiah dalam rangka memperingati Hari Hepatitis Sedunia yang diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Minggu (28/7), di Jakarta. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit  dan Penyehatan Lingkungan.
Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menyatakan,  penularan hepatitis B yang paling umum adalah dari ibu ke bayi (penularan vertikal). Karena itu, vaksinasi pada bayi menjadi penting. Menurut moderator, dokter spesialis anak Hanifah Oswari, Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia setelah China dan India dalam jumlah pengidap hepatitis. Sekitar 10  persen orang Indonesia mengidap virus hepatitis B. (*)

Sumber : KOMPAS

VAKSIN CACAR : PERLINDUNGAN TERBAIK ANAK ANDA

Vaksin Cacar: Perlindungan Terbaik Anda


Vaksin cacar air adalah cara terbaik untuk melindungi Anda dan anak Anda dari cacar air. Juga, ketika Anda divaksinasi, Anda melindungi orang lain di komunitas Anda. Hal ini penting bagi orang-orang yang tidak divaksinasi, seperti orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan wanita hamil. Ada dua merk vaksin yang beredar di Indonesia untuk Cacar Air yaitu OKAVAX dan VARICELLA.
Anak-anak harus mendapatkan vaksin cacar air dosis pertama ketika mereka berusia 12 sampai 15 bulan dan dosis kedua pada usia 4 sampai 6 tahun. Orang berusia 13 tahun dan lebih tua yang belum pernah menderita cacar air harus mendapatkan dua dosis setidaknya dengan jarak 28 hari. Jika Anda atau anak Anda hanya pernah divaksinasi dengan satu dosis di masa lalu, periksa ke dokter Anda untuk mendapatkan dosis kedua.
Vaksin cacar air lebih aman daripada tertular penyakit. Pastikan Anda dan anak-anak Anda dilindungi.
Disarikan dari: http://www.cdc.gov/Features/PreventChickenpox/

Minggu, 09 Juni 2013

PENTING GAK VAKSINASI TAMBAHAN PADA ANAK?


Imunisasi Tambahan untuk Anak Itu Penting Nggak Ya?

Selain 5 yang diwajibkan oleh pemerintah itu, masih ada imunisasi tambahan lain untuk bayi. Seberapa penting imunisasi tambahan itu?
Menurut Dr. Soedjatmiko, SpA (K),Msi yang merupakan sekretaris satgas imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan ahli tumbuh kembang anak FKUI RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), semua vaksin penting karena dibuat dan dikembangkan oleh dokter maupun ahli kesehatan.
“Adanya imunisasi wajib dan tambahan sebetulnya hanya istilah saja karena untuk saat ini, pemerintah baru siap mensubsidi 5 virus pada pelayanan kesehatan. Di negara maju, pemberian imunisasi diberikan semua karena penting. Jadi tidak ada yang paling penting dan tidak penting,” katanya saat dihubungiLiputan6.com, Selasa (5/1/2013).
“Istilah imunisasi ‘tambahan’ di negara kita karena pemerintah belum mampu menyediakan/mensubsidi imunisasi ‘tambahan’ tersebut. Negara dengan jumlah bayi sedikit dan punya dana banyak, mampu memberikan semua imunisasi gratis,” jelasnya.
Seperti tertera di Undang-undang 36 tahun 2009, pasal 130 yang berisi pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak, maka bayi wajib mendapatkan imunisasi yang sifatnya wajib seperti hepatitis B, BCG (Bacillus Calmette–Guerin, yang merupakan vaksin untuk mencegah penyakit tuberkolosis) , Polio, Campak dan DPT ((Difteri Pertusis Tetanus, vaksinasi tetanus).
Menanggapi mitos yang berkembang masyarakat mengenai kekhawatiran ibu yang cemas divaksin karena malah akan membuat sistem kekebalan tubuh berkurang, Dr. Soedjatmiko menanggapinya.
“Imunisasi justru membuat bayi dan balita lebih kebal terhadap penyait berbahaya yang dapat menyebabkan sakit berat, kematian atau cacat. Banyak penelitian membuktikan kalau banyak bayi dan balita tidak diimunisasi maka akan terjadi sakit berat, wabah, cacat atau kematian,” tambahnya.
Seperti yang diutarakan Dr. Soedjatmiko, kalau setiap negara mempunyai pola epidemiologi penyakit yang berbeda, anggaran yang berbeda, sehingga jadwal imunisasi tiap negara disesuaikan pada pola epidemiologi penyakit, budget, ketersediaan vaksin.
Seperti dilansir Babycenter, Selasa (5/1/2013) ada 6 imunisasi ‘tambahan’ yang sebenarnya juga bermanfaat untuk daya tahan tubuh bayi:

1. MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksin MMR terdiri dari tiga vaksin, yaitu campak, gondok dan rubella (campak Jerman).
Campak sudah dikenal dari dulu sebagai penyakit menular yang memiliki gejala seperti ruam, demam, pilek, batuk, dan iritasi mata. Komplikasi akibat campak juga termasuk infeksi telinga, diare, pneumonia, kejang, kerusakan otak, dan kematian.
Lebih dari 500.000 kasus campak setiap tahunnya dilaporkan di Amerika Serikat. Setelah pengenalan vaksin, jumlah kasus campak turun 99,9 persen menjadi sekitar 50 kasus per tahun.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), campak merupakan penyebab utama kematian yang bisa dicegah dengan vaksin pada anak-anak. Namun berkat upaya global untuk memvaksinasi anak-anak terhadap campak, WHO memperkirakan bahwa lebih dari 13 juta jiwa telah diselamatkan.
Sementara itu, gondok adalah infeksi virus yang biasanya menyebabkan demam, sakit kepala, dan radang kelenjar di bawah rahang. Gondok dapat menyebabkan meningitis, ensefalitis, dan (jarang) tuli. Hal ini juga dapat menyebabkan pembengkakan yang menyakitkan pada indung telur.
Dan Rubella atau biasa disebut campak Jerman, ditandai dengan ruam merah merah muda yang dimulai pada wajah, demam ringan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Jika seorang wanita menderita rubella selama kehamilan, dapat menyebabkan cacat keguguran atau lahir di bayinya, termasuk tuli, masalah mata, kelainan jantung, dan keterbelakangan mental. Vaksin ini pertama kalinya dilakukan pada tahun 1969 hingga saat ini.
Waktu pemberian vaksin MMR lebih baik pada usia 15 bulan dan bisa dilakukan kembali saat anak berusia 6 tahun.

2. Pneumokokus (PCV/Pneumococcal Vaccine)
Vaksin ini sebagian besar menyerang anak-anak di bawah usia 5 dan dapat menyebabkan beberapa penyakit anak terburuk. Infeksi pneumokokus adalah salah satu penyebab paling umum kematian di Amerika Serikat dari penyakit yang dapat dicegah melalui vaksin.
Bakteri pneumokokus ditularkan melalui kontak dekat melalui batuk dan bersin. Gejala pneumokokus biasanya termasuk demam dan menggigil, serta nyeri dada, batuk, sesak napas, napas cepat, denyut jantung yang cepat, kelelahan, dan kelemahan.
Waktu pemberian vaksin ini di usia2, 4, 6 bulan, dan antara 12 hingga 15 bulan.

3. Hib (Haemophilus influenzae)
Vaksin Hib (Haemophilus influenzae type B) bisa melindungi anak Anda terhadap infeksi bakteri parah yang seringkali mempengaruhi bayi dan anak di bawah 5 tahun.
Hal ini dapat menyebabkan epiglotitis (pembengkakan parah pada tenggorokan yang membuat sulit untuk bernapas), pneumonia yang berat, dan bakteri meningitis. Meningitis merupakan infeksi pada selaput yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang meningitis.
Waktu pemberian vaksin ini dari usia 2, 4, 6, dan 15 bulan.

4. HPV (Humanpapilloma Virus)
Vaksin yang dibuat untuk mencegah penyakit infeksi menular seks yang dibawa orangtua. Gejala penyakit ini adanya kutil pada sekitar vagina dan vulva, dekat anus dan rektum dalam Anda, pada leher rahim Anda, dan kadang-kadang pada kulit dekat daerah selangkangan.
Waktu pemberian vaksin pada anak biasanya di atas usia 10 tahun dan diberikan 3 kali dengan jadwal 0, 1-2 bulan kemudian, serta 6 bulan kemudian.

5. Tifoid
Vaksin yang disebabkan penyakit tifus ini baik diberikan pada bayi usia 2 tahun, dan diulang setiap 3 tahun.

6. Varisela
Virus penyebab cacar air ini memang tidak wajib diberikan, namun penyakit ini paling umum terjadi pada bayi dan anak. Waktu pemberian yang baik adalah diatas 5 tahun.

Sumber: http://health.liputan6.com/read/503559/imunisasi-tambahan-untuk-anak-itu-penting-nggak-ya)

VAKSINASI UNTUK TRAVELLER / WISATAWAN


Kedokteran wisata atau Travel Medicine (TM) merupakan cabang ilmu kedokteran yang menangani persiapan orang yang akan bepergian dengan tujuan agar mereka tetap hidup dan sehat selama perjalanan. Praktik TM diberikan dalam bentuk konsultasi pra-perjalanan (pre-travel consultation) untuk memberikan informasi mengenai risiko kesehatan selama perjalanan, anjuran imunisasi, memberikan kemoprofilaksis dan self-treatment (obat-obatan untuk dibawa dan dipakai jika perlu). Penyedia jasa TM di negara-negara maju tidak hanya dokter umum, tetapi juga registered nurse atau apoteker (pharmacist) dengan latar belakang pendidikan pascasarjana yang berbeda-beda. Sebagai upaya standarisasi, the International Society of Travel Medicine telah mengeluarkan Certificate in Travel Health (CTH) yang hanya diberikan kepada mereka setelah lulus ujian internasional dan berlaku selama 10 tahun.


Salah satu resiko kesehatan yang penting terkait perjalanan adalah resiko penularan penyakit dan penyebaran wabah yang dapat terjadi dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi yang paling cost- effective untuk mencegah penularan penyakit infeksi selama perjalanan. Pemberiam imunisasi kepada pejalan (traveler) bermanfaat untuk :

· Melindungi para pejalan dari penyakit infeksi ketika bepergian
· Melindungi para pejalan dari penyakit infeksi ketika mereka pulang
· Melindungi populasi di tempat asal dari carrier penyakit infeksi selama perjalanan
· Memperbaiki imunitas populasi di negara asal para pejalan terhadap penyakit-penyakit infeksi

Praktik TM sebenarnya ditujukan baik untuk orang dewasa maupun anak-anak, misalnya mereka yang akan melakukan liburan keluarga. Klinik TM di negara-negara maju melakukan vaksinasi baik terhadap orang tua maupun anak-anaknya.

EPIDEMIOLOGI GLOBAL PENYAKIT TERKAIT TRAVELLING

Epidemiologi penyakit terus berubah-ubah sepanjang masa. Dokter yang melakukan praktik TM harus mengetahui perkembangan terkini epidemiologi penyakit secara global, regional, maupun lokal. Pengetahuan ini disebut denganmedical geography. Oleh karena itu, setipa dokter yang melakukan praktik TM perlu melengkapi ruang praktiknya dengan buku atlas bumi yang lengkap dan akurat.

Risiko kesehatan terkait perjalanan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu penyakit menular dan tidak menular (misalnya mabuk perjalanan. Altitude sickness, jet lag, dan sebagainya). Penyakit menular dibagi lagi menjadi penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (misalnya hepatitis A, influenza, yellow fever, dan sebagainya) serta yang tidak dapat dicegah vaksin (misalnya malaria, sebagian besar diare, SARS, dan sebagainya).

Urutan tingkat risiko secara epidemiologi dapat dilihat dari angka morbilitas dan mortalitas masing-masing penyakit. Secara umum, penyakit infeksi dengan morbiditas tertinggi adalah traveler’s diarrhea dengan angka insidens antara 10-60% di negara berkembang. Penyakit infeksi dengan mortalitas tertinggi pada pejalan adalah malaria. Namun, penyebab kematian terbanyak pada pejalan ketikan mengunjungi negara berkembang adalah kecelakaan lalu lintas (motor-vehicle accident) dan penyakit kardiovaskular.

Studi epidemiologi tunggal skala besar pertama kali dilakukan pada tahun 1984 dan menghasilkan angka penyakit-panyekit terkait perjalanan yang disajikan dalam skala logaritmik. Kemudian, skala ditambah diperbaharui secara rutin dari hasil berbagai studi lainnya sesuai perubahan epidemiologi penyakit menular terkini. Skala tahun 2011 (Robert Steffen, komunikasi pribadi) menunjukkan influenza sebagai penyakit yang dapat dicegah vaksin dengan angka insidens tertinggi.

PEMILIHAN VAKSIN UNTUK TRAVELLER

Vaksinasi pra perjalanan merupakan bagian integral dalam konstitusi pra-perjalanan. Konsultasi sebelum memberikan vaksin merupakan proses yang interaktif dengan calon pejalan dan harus di rancang secara berkala khusus bagi tiap individu. Anjuran vaksinasi untuk perjalanan harus didasarkan pada pengkajian risiko pejalan dan rincian perjalanannya. Risiko adalah kemungkinan cedera, penyakit, kerusakan, atau kehilangan sesuatu akibat bahaya yang nyata atau pontensial. Ketika mengkaji risiko dalam praktek TM, penyedia jasa mempertimbangkan manfaat dan mudarat (harm) serta kemungkinan konsekuensi medis suatu bentuk intervensi. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk membuat anjuran imunisasi adalah sebagai berikut :

· Evaluasi riwayat imunisasi traveller
Jika terdapat riwayat imunisasi yang tidak lengkap, calon pejalan dianjurkan untuk mendapat imunisasi dasar terlebih dahulu agar status imunisasinya menjadi lengkap, disamping peluang untuk menawarkan imunisasi rutin pada orang dewasa dan remaja misalnya vaksin influenza dan human papilomavirus (HPV)

· Evaluasi status kesehatan pejalan dan obat-obatan yang sedang dipakai
Tujuan evaluasi riwayat medis adalah untuk mengetahui bagaimana penyakit-penyakit yang dapat dicegah vaksin dapat mempengaruhi seorang pejalan. Berdasarkan kondisi medis, para pejalan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

· Pejalan yang akan berlibur ke tempat biasa saja dan tidak ada risiko khusus

· Pejalan ynag mengunjungi teman dan keluarga di negara asalnya

· Pejalan yang berisiko tinggi karena memiliki penyakit kronik tertentu atau kondisiimmunocompromised

· Kelompok tertentu, misalnya : ibu hamil, lanjut usia, anak dan bayi

· Pejalan kelompok, misalnya murid sekolah, tim olahraga, dan sebagainya

· Petualang, yaitu mereka yang bermaksud melakukan aktivitas risiko tinggi, pergi ke daerah terpencil, pekerja kemanusiaan, dan personel militer.

· Rincian perjalanan
Rincian perjalanan (travel itineray) meliputi negara tujuan, kota-kota dan regio yang akan dikunjungi di setiap negara. Selanjutnya perlu diketahui tipe daerah ((rural, urban, hutan), cara perjalanan, tujuan perjalanan, tipe akomodasi, keadaan lingkungan dan lama tinggal. Informasi tersebut digunakan untuk mengkaji risiko penularan penyakit infeksi tertentu yang sedang mewabah atau endemik disuatu daerah/negara tetapi dapat dicegah dengan vaksin.
· Menentukan lama tinggal di setiap lokasi dalam rencana perjalanan
Makin lama para pejalan tinggal di wilayah risiko, makin tinggi peluangnya terpajan dan terkena penyakit.

· Menentukan penyakit yang dapat dicegah vaksin dan besarnya ancaman penyakit tersebut di setiap tahapan perjalanan
Dokter TM perlu mengetahui epidemiologi penyakit secara global dan berita wabah yang sedang berlangsung atau perlu diwaspadai calon pejalan

· Menentukan sisa waktu yang tersedia sebelum berangkat
Banyak vaksin membutuhkan pemberian dosis multipel atau mungkin ada vaksin yang tidak dapat diberikan secara simultan dengan vaksin lainnya. Setidaknya dibutuhkan 4-6 minggu untuk merencanakan imunisasi yang berhasil sebelum seseorang berangkat

· Menentukan risk-benefit ratio untuk setiap vaksin yang diberikan
Anjuran vaksinasi pertama-tama didasarkan pada faktor risiko spesifik yang mempengaruhi angka kejadian penyakit suatu wilayah. Namun, pemberian vaksin juga perlu mempertimbangkan efek simpang atau kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) meskipun sebagian besar vaksin saat ini aman dan jarang menimbulkan efek simpang. Efek simpang atau KIPI perlu dipertimbangkan dalam berbagai situasi, antara lain : pemberian simultan, ada riwayat alergi, immunocompromized traveler, kehamilan, pemberian antibiotik, dan antimalaria.

REKOMENDASI IMUNISASI
Penyusunan prioritas pemberian vaksin perlu mempertimbangkan peraturan internasional yang berlaku. Saat ini, vaksin wajib (required) secara internasional hanyalah vaksin yellow fever, namun terdapat 2 vaksin lain yang wajib secara lokal yaitu meningokok dan polio

· Yellow fever
Vaksinasi terhadap yellow fever (YF) bertujuan untuk mencegah importasi virus YF ke negara-negara dimana penyakit YF tidak ada, tetapi ada vektor nyamuk dan pejamu primata. Vaksinasi diberikan sebagai prasyarat masuk bagi para pejalan yang tiba dari negara-negara dimana ada risiko penularan YF. Setelah mendapat vaksin, seseorang akan mendapat sertifikat internasional yang sah setelah 10 hari sampai 10 tahun kemudian berdasarkan International Health Regulation revisi 2007. Sertifikat vaksin terhadap YF sejak 2007 disebutInternational Certificate of Vaccination or Proplylaxis

· Meningokok
Vaksinasi terhadap penyakit meningokok dibutuhkan pejalan yang akan masuk ke Arab Saudi, termasuk jama’ah haji dan umroh. Rekomendasi saat ini adalah vaksin quadrivalen yang mencakup meningitis serogrup A, C, Y dan W-135

· Poliomielitis
Beberapa negara bebas polio mungkin meminta bukti imunisasi polio pada saat mengurus visa kepada para pejalan dari negara-negara atau area yang masih ada virus polio liar (wild polio) yaitu Afganistan, India, Nigeria dan Pakistan.

Sumber : Buku Pedoman Imunisasi Orang Dewasa 2012

Sabtu, 18 Mei 2013

Rumah Vaksinasi

H


SEKILAS MENGENAI RUMAH VAKSINASI



Rumah Vaksinasi didirikan pada akhir Maret 2012 oleh dr. Piprim B. Yanuarso, SpA(K) karena keprihatinan akan mahalnya biaya vaksinasi di Rumah Sakit Swasta. Rumah Vaksinasi berjuang untuk memberikan solusi berupa layanan vaksinasi bagi anak dan dewasa yang murah dengan kualitas prima. Rumah vaksinasi juga mencoba untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat akan pentingnya vaksinasi melalui program-programnya.


 


RUMAH VAKSINASI PONDOKGEDE

Rumah Vaksinasi pondokgede mulai di buka pada akhir bulan April 2013. Berdasarkan analisa kebutuhan vaksinasi yang semakin meningkat dan luasnya cakupan wilayah Rumah Vaksinasi pusat maka hal ini mendorong untuk membuka beberapa cabang Rumah Vaksinasi dan salah satunya yang berada di Pondok Gede.
Bertindak sebagai vaksinator di Rumah Vaksinasi pondokgede adalah dr.Oktafiani Mayangsuri (dr.Mayang). Tenaga medis yang ada di cabang Rumah Vaksinasi pondokgede merupakan tenaga medis yang telah di standarkan sesuai requirement yang ada di Rumah Vaksinasi.


PELAYANAN DI RUMAH VAKSINASI 




Rumah vaksinasi memperhatikan kesehatan klien secara utuh. setiap anak yang datang ke rumah vaksinasi  akan di pantau tumbuh kembangnya. Orang tua juga akan di pandu untuk memberikan ASI ekslusif kepada anaknya.

Klien anak dan dewasa yang datang untuk imunisasi akan di periksa kondisi kesehatannya, sehingga kami bisa memberikan pelayanan yang optimal dalam meningkatkan kesehatan klien.


PELAYANAN YANG MURAH

Rumah Vaksinasi memberikan pelayanan dengan biaya JAUH LEBIH TERJANGKAU dari Rumah sakit swasta.

Adapun layanan kami :

  • Vaksinasi Bayi dan Anak      
  • Vaksinasi Dewasa
  • Vaksinasi Usia Sekolah
  • Vaksinasi Pra-Nikah
  • Vaksinasi Perusahaan
  • Vaksinasi Tenaga Kesehatan
  • Vaksinasi Boarding School
  • Vaksinasi Lansia
  • Program CSR Perusahaan
  • Konseling Laktasi
  •  Khitan bayi perempuan
  • Tindik telinga
  • Seminar Kesehatan


JADWAL PRAKTEK

Rumah Vaksinasi Pondokgede di kelola oleh dr.Mayang dengan jadwal sebagai berikut :

SENIN, SELASA, JUM'AT :   JAM 18.30 - 20.00
SABTU                                 :   JAM 09.00 - 12.00
MINGGU                              :   JAM 09.00 - 11.00 

Segera hubungi rumah vaksinasi pondokgede di:
Telp                              :021-22107589
HP dan Whatsapp       : 081212340434
PIN BB                         : 5A31854C
Twitter                         : @rvpondokgede
Facebook                    : http//:www.facebook.com/rumahvaksinasipondokgede
Alamat                        : Jl. Camar No.10 Komp. Bumi Makmur, kurang lebih 500 m dari                                                 pasar pondok gede, tepat sebrang TIPTOP masuk ke dalam dekat                                           masjid Al Muhajirin



Jumat, 17 Mei 2013

MITOS SEPUTAR IMUNISASI

Mitos Seputar Imunisasi



Rate This


Jakarta, Kabar burung seputar imunisasi banyak berseliweran, tapi rata-rata masyarakat mempercayai begitu saja kabar tersebut tanpa mencari tahu kebenarannya. Apa saja mitos-mitos seputar imunisasi tersebut?Imunisasi sangat penting sebagai pencegahan terhadap penyakit yang belum ada obatnya, penyakit mematikan atau dapat menimbulkan kecacatan serta melibatkan orang banyak. Selain itu imunisasi juga berguna untuk melindungi anak, menurunkan kejadian penyakit menular di masyarakat serta menjaga keluarga dan anak-anak tetap sehat.
Kadang-kadang akibat mitos yang beredar di masyarakat banyak orangtua yang tidak memberikan anaknya imunisasi, karena takut anaknya terkena autis atau sakit setelah melakukan suatu imunisasi.

Berikut beberapa mitos seputar imunisasi:
1. Vaksin MMR (measles, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis.
“Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah,” ujar Dr. Jeffry Senduk, SpA dalam acara seminar mengenai imunisasi pada anak di Siloam Hospital Kebon Jeruk, Jakarta.
Dr. Jeffry menambahkan biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hampir bersamaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh factor genetic, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak.
2. Terlalu banyak vaksin akan membebani sistem imun.
Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respons terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setiap hari.
“Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi,” ujar dokter yang berpraktik di Siloam Hospital Kebun Jeruk ini.
3. Tidak boleh memberikan ASI sesudah vaksin polio.
Dr. Jeffry mengatakan anak yang diberikan vaksin polio boleh langsung diberikan ASI. Jika anak muntah sesudah imunisasi polio, maka imunisasi bisa diberikan kembali setelah 10 menit dengan dosis yang sama.
4. Anak sakit flu tidak boleh diimunisasi.
Jika anak hanya sakit flu yang ringan maka boleh saja dilakukan imunisasi, asalkan anak tidak demam dan tidak rewel. Jika bayi sangat rewel maka tunda melakukan imunisasi 1 hingga 2 minggu.
5. Lebih baik memberi natural infeksi dibanding dengan vaksinasi.
Mitos ini tidak benar. “Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat,” ujar Dr. Jeffry.
6. Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit tersebut.
Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100 persen. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa disembuhkan jauh lebih besar.

7. Jika saat balita sudah diimunisasi lengkap, di sekolah tidak perlu imunisasi lagi.

Ada beberapa imunisasi yang harus diulang saat sekolah dasar yaitu imunisasi campak dan DT saat kelas 1 dan imunisasi TT saat kelas 2, 3 dan 6. Karena banyak anak yang sudah divaksin waktu bayi ternyata pada umur 5 sampai 7 tahun 28,3 persen terkena campak, pada umur lebih dari 10 tahun terkena difteria, serta untuk pemberantasan tetanus dibutuhkan 5 kali suntikan TT sejak bayi hingga dewasa sehingga kekebalan pada umur dewasa bisa berlangsung hingga 20 tahun lagi.
Anda jangan langsung percaya terhadap semua kabar burung yang beredar mengenai imunisasi, sebaiknya cari tahu penjelasannya melalui situs-situs ilmiah di internet atau berkonsultasi dengan dokter anak Anda.

Sumber:http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/197-mitos-seputar-

Kamis, 14 Februari 2013

Rumah Vaksinasi : Tips Imunisasi Pada Bayi dan Balita

Tips Imunisasi Pada Bayi dan Balita



Rate This

Picture1

Imunisasi adalah pemberian vaksin pada bayi dan balita dengan cara disuntikkan atau diteteskan ke mulut untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Setelah bayi di imunisasi akan terjadi demam atau tidak, itu tergantung pada daya tahan tubuhnya.

Beberapa tips yang dapat di lakukan sebelum dan setelah bayi/ balita anda diimunisasi :
Untuk menghindari reaksi imunisasi :
- Saat akan diimunisasi pastikan anak dalam kondisi sehat. Tidak disarankan memberikan vaksin pada anak yang demam atau sedang sakit yang lebih serius dari batuk pilek
- Jika anak memiliki sejarah alergi informasikan kepada dokter, karena pada kasus alergi tertentu anak perlu dihindari dari beberapa vaksin. Contoh : MMR atau vaksin cacar jangan diberikan pada anak yang alergi gelatin. Vaksin influenza sebaiknya tidak diberikan pada anak yang alergi telur.
Sebagian imunisasi menimbulkan reaksi bengkak dan kemerahan di sekitar daerah yang disuntik dan atau menimbulkan demam, maka agar bayi nyaman setelah diimunisasi, lakukan :
- Beri obat penurun demam dengan dosis sesuai anjuran dokter
- Kompres dengan air dingin di bekas bagian yang disuntik selama 10-20 menit untuk membantu mengurangi rasa sakit dan bengkak
- Beri banyak cairan karena bisa membantu mengurangi demam
- Atur pendingin ruang agar suhunya nyaman untuk anak

Segera hubungi dokter bila anak menunjukkan gejala berikut tak lama setelah diimunisasi :
-  Sulit bernapas
- Suaranya serak dan napasnya berbunyi
- Gatal-gatal disertai bintik-bintik merah
- Wajahnya pucat
- Jantung berdebar
-  Hilang kesadaran

 Sumber :www.bayisehat.net

Selasa, 05 Februari 2013

Vaksinasi Pada Ibu Hamil



Pada kehamilan terdapat perubahan pada seluruh tubuh wanita, termasuk pada sistem imun. Sistem imun selama kehamilan mengalami pergeseran dari imunitas seluler menuju imunitas humoral. Pergeseran tersebut menyebabkan wanita hamil rentan terkena infeksi. Oleh karena itu, proteksi sangat penting diberikan pada kehamilan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Vaksinasi merupakan metode proteksi efektif untuk mengeradikasi penyakit infeksi. Program vaksinasi telah rutin diberikan pada anak-anak, namun pada dewasa penggunannya masih bersifat terbatas. Sedangkan pemberian vaksin rutin pada kehamilan masih mengalami hambatan keterbatasan data yang menunjukkan hubungan antara gangguan perkembangan janin dengan wanita hamil yang divaksinasi. Pemberian vaksinasi pada kehamilan dapat dilakukan atas pertimbangan manfaat dan resiko yang diperoleh terhadap ibu dan janin jika tidak diproteksi dengan vaksin. Manfaat dari vaksinasi pada wanita hamil lebih besar daripada risiko potensial ketika kecenderungan penyakit yang terpapar lebih besar, ketika infeksi yang menimbulkan risiko bagi ibu atau janin, dan ketika vaksin yang akan diberikan cukup aman.
Vaksin virus inaktif, vaksin bakteri inaktif atau toxoid dapat diberikan pada kehamilan, kecuali vaksin virus hidup. Secara teoritis, vaksin virus hidup berisiko untuk terjadinya transmisi ke janin. Wanita hamil yang dengan sengaja telah diberikan vaksin virus hidup atau seorang wanita menjadi hamil dalam waktu 4 minggu setelah pemberian vaksin tersebut, sebaiknya dikonsultasikan mengenai dampak potensial yang dapat terjadi pada janin. Namun, vaksinasi bukan indikasi untuk terminasi kehamilan.
Pemberian vaksin rutin umumnya aman diberikan pada saat kehamilan karena dapat juga melindungi bayi yang sedang dikandung dari penyakit, terutama pada bulan-bulan pertama kehamilan sampai bayi tersebut lahir dan mendapat vaksinasi sendiri. Berbagai jenis vaksin-vaksin yang direkomendasikan pada kehamilan adalah sebagai berikut :

Vaksin
Sebelum kehamilan
Selama kehamilan
Setelah kehamilan
Jenis Vaksin


Cara pemberian


Hepatitis A
Jika ada risiko
Jika ada risiko
Jika ada risiko
inaktif
IM
Hepatitis B
Ya, jika ada risiko
Ya, jika ada risiko
Ya, jika ada risiko
Inaktif
IM
Human Papilomavirus/HPV
Ya, usia 9-24 tahun
Tidak
Ya, usia 9-24 tahun
Inaktif
IM
Influenza (Inaktif)
Ya, hindari konsepsi selama 4 minggu
Ya
Ya
Inaktif
IM
Meningokok
·         Conjugat
·         Polisakarida
Jika ada indikasi
Ya, jika ada indikasi
Jika ada indikasi

·         Inaktif
·         Inaktif

·         IM
·         SC
Pneumokok polisakarida
Jika ada indikasi
Jika ada indikasi
Jika ada indikasi
Inaktif
IM atau SC
Polio (IPV)
Jika ada indikasi
Dihindari kecuali ada risiko
Jika ada indikasi
Inaktif

SC
Tetanus-diptheria (Td)
Ya, Tdap lebih dipilih
Jika ada indikasi
Ya, Tdap lebih dipilih
Toxoid
IM
Tetanus-Dhiptheria-Pertusis (Tdap)
Ya
Ya, jika risiko lebih tinggi pertusis
Ya
Toxoid
IM
Varicela
Ya, hindari konsepsi selama 4 minggu
Tidak
Ya, hindari konsepsi selama 4 minggu
Hidup
SC
Influenza (LAIV)
Ya, jika <50 tahun dan sehat, hindari konsepsi selama 4 minggu
Tidak
Ya, jika <50 tahun dan sehat, hindari konsepsi selama 4 minggu
Hidup
Nasal Spray
MMR
Ya, hindari konsepsi selama 4 minggu
Tidak
Ya, hindari konsepsi selama 4 minggu
Hidup

SC
Keterangan :
          1.  Vaksin Hepatitis A
Vaksin hepatitis A adalah virus yang diperoleh dari kultur sel diploid dan dinonaktifkan dengan formalin. Karena virus inaktif, secara teoritis risiko gangguan pada perkembangan janin rendah. Vaksin diberikan pada wanita hamil jika ada risiko antara lain kecenderungan terpapar hepatitis A, perilaku seks oral-anal atau menggunakan IVDU selama kehamilan
2. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B adalah berasal dari antigen permukaan virus hasil teknologi DNA rekombinan. Karena berasal dari partikel antigen permukaan yang noninfeksius, maka tidak ada risiko infeksi terhadap janin. Vaksin hepatitis B dapat mencegah terjadinya penyakit kronik dengan komplikasi sirosis, karsinoma hepatoseluler, serta karier kronik. Vaksin ini dianjurkan pada wanita hamil dengan faktor risiko yaitu wanita yang berhubungan seks dengan laki-laki homoseksual, lebih dari satu pasangan seks selama 6 bulan terakhir, pasangan seks yang positif HbsAg, pengguna narkoba suntik, sedang dalam pengobatan penyakit menular seksual, atau satu rumah dengan orang infeksi akut atau kronik karier.
3. Vaksin Human Papiloma Virus (HPV)
Vaksin HPV tidak direkomendasikan pada wanita hamil. Jika wanita tersebut hamil setelah diberikan vaksin HPV, maka serial vaksin berikutnya setelah wanita tersebut melahirkan.
4. Vaksin Influenza
Vaksin influenza yang diberikan pada kehamilan berupa vaksin inaktif. Pemberian vaksin dilakukan pada kehamilan trimester kedua dan ketiga, vaksin tidak boleh diberikan selama trimester pertama karena ada hubungannya dengan vaksin influenza dengan risiko aborsi spontan. Pada wanita hamil dengan kondisi medis yang dapat meningkatkan risiko komplikasi dari influenza seperti asma, penyakit kardiovaskuler, diabetes, supresi sistem imun, sebaiknya vaksinasi dilakukan sebelum musim influenza.
5. Vaksin Meningokok
Vaksin meningokok adalah polisakarida murni dari 4 serogrup Neisseria meningitidis (A, C, Y, W-135/tetravalen). Keamanan vaksin ini pada ibu hamil masih belum dipastikan karena keterbatasan data.
6. Vaksin Pneumokok
Pemberian vaksin pneumokok direkomendasikan pada wanita hamil dengan faktor resiko. Vaksin yang diberikan adalah vaksin polisakarida dari 23 tipe Streptococcus pneumoniae. Advisory Commite on Immunization Practices (ACIP) pun menganjurkan vaksinasi ini pada wanita dengan risiko tinggi sebelum hamil.
7. Vaksin Polio
Vaksin polio yang direkomendasikan ACIP pada kehamilan adalah inactivated polio vaccine (IPV). Virus ini diinaktifkan oleh formaldehid. Meskipun data-data yang ada tidak menunjukkan efek negatif pemberian IPV pada ibu hamil dan janin, pemberian vaksin pada kehamilan sebaiknya dihindari dan penggunaannya dibatasi atas dasar indikasi.
8. Vaksin Tetanus-difteri (Td)
Vaksin Td toxoid rutin dianjurkan pada wanita hamil yang rentan. Wanita hamil yang sudah vaksinasi Td 10 tahun sebelumnya sebaiknya diberikan dosis penguat (Booster). Sedangkan wanita hamil yang belum mendapatkan vaksinasi diberikan tiga dosis vaksinasi serial. Dua dosis diberikan saat kehamilan dengan jarak antara dua dosis selama 4 minggu, dan dosis terakhir 6 bulan setelah dosis kedua. Pemberian vaksin Td selama kehamilan efektif melindungi ibu dan janin. Penundaan pemberian vaksin sampai trimester kedua akan meminimalisasi kemungkinan rekasi yang tidak diinginkan meskipun data menunjukkan bahwa vaksin Td tidak bersifat teratogenik.
9. Vaksin Tetanus-Difteri-Pertusis (Tdap)
Vaksin Tdap lebih baik diberikan pada trimester kedua atau trimester ketiga kehamilan. Pemberian vaksin selama kehamilan akan melindungi bayi melawan pertusis pada awal kehidupan.
10. Vaksin Varisela
Vaksin varicela adalah virus varicela-zoster hidup yang dilemahkan. Vaksinasi selama kehamilan dikontraindikasikan karena efek terhadap fetus belum diketahui. Wanita yang divaksinasi seharusnya menghindari terjadinya kehamilan selama 4 minggu setelah suntikan.
11. Vaksin Measles, Mumps, dan Rubella (MMR)
Vaksin measles, mumps dan rubella (MMR) berisi virus measles, mumps, dan rubella hidup yang dilemahkan. Pemberian vaksin MMR kontraindikasi pada kehamilan. Bagi wanita yang divaksinasi sebaiknya menunda kehamilan selama 4 minggu setelah penyuntikan


Sumber : Buku Pedoman Imunisasi Orang Dewasa Tahun 2012